Selasa, 15 Oktober 2013

Pembahasan Peraturan Menteri ESDM No. 20 Tahun 2013



Sebelum kita membahas isi Peraturan Menteri ESDM no. 20 tahun 2013  yang biasa disebut Permen 20 ini, marilah kita membahas latar belakang mengapa Permen 20 ini bisa sampai keluar. Seperti yang kita sama-sama tahu bahwa Indonesia punya kekayaan tambang yang sangat banyak, ekspor timah dan tembaga Indonesia termasuk 10 besar di dunia. Tetapi realita yang terjadi bahan tambang yang kita miliki di ekspor dalam bentuk bijih mentah, lalu kembali dalam bentuk logam dengan harga yang meningkat berkali-kali lipat. Oleh karena itu, pemerintah membuat undang-undang yang mengharuskan perusahaan tambang untuk mengolah bijih mentah di dalam negeri sampai kadar yang di tentukan. Itu semua diatur di Undang-Undang no. 4 tahun 2009. Beberapa tahun berlalu setelah UU no.4 tersebut dikeluarkan, namun  ternyata perusahaan-perusahaan tambang tidak membuat pabrik pengolahan tetapi malah mengeksploitasi mineral secara besar-besaran. Ekspor beberapa bijih meningkat sampai 700%!

Kemudian pemerintah mengeluarkan Permen 7 Tahun 2012 untuk melarang ekspor mineral. Dengan keluarnya permen ini ekspor Indonesia menurun drastis, banyak protes dari pengusaha-pengusaha dibidang tambang. Tidak lama kemudian keluar permen 11 tahun 2012 yang isinya adalah revisi permen sebelumnya. Dengan keluarnya permen 11, ekspor bisa dilaksanakan tetapi dengan 4 syarat yaitu : status IUP Operasi Produksi dan IPR Clear and Clean, melunasi kewajiban pembayaran keuangan kepada negara, menyampaikan rencana kerja atau kerjasama untuk pengolahan mineral di dalam negri, dan menandatangani pakta integritas.

Kenyataannya, setelah keluarnya permen 11 ekspor masih turun drastis lalu berakibat neraca perdagangan minus dan ekonomi terguncang. Rupiah anjlok dari 9.000 sampai 11.000 per dollar amerikanya. Lalu pemerintah membuat revisi permen kedua yaitu permen 20 tahun 2013. Permen 20 ini berisi tentang pencabutan larangan ekspor dengan harapan devisa negara kembali naik dan perekonomian Indonesia kembali membaik.


            Permen 20 mengubah pasal 8 sehingga rencana kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian dapat dilakukan dengan persetujuan mentri, gubernur, dan walikota/bupati. Sedangkan sebelumnya, rencana kerja sama hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Direktur Jendral atas nama mentri. Lalu pada permen 20, pasal 9, pasal 10, dan pasal 21 dihapus. Pasal 9 menyatakan bahwa pemegang IUP Produksi dapat bermitra dengan badan usaha lain hanya jika dapat persetujuan dari Direktur Jenderal atas nama menteri. Pasal 10 menyatakan bahwa jika ada pemegang IUP eksplorasi yang berdasarkan studi kelayakan tidak ekonomis untuk melakukan pengolahan atau tidak dapat melakukan kerja sama harus bekonsultasi dengan Direktur Jendral dan berdasarkan hasil konsultasi Direktur Jenderal dapat menunjuk pemegang IUP Operasi Produksi lainnya. 

Sedangkan pasal 21 menyatakan bahwa pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya permen 7 tahun 2012 dilarang untuk menjual bijih mentah ke luar negeri dalam waktu paling lambat 3 bulan sejak berlakunya permen 7. Dapat disimpulkan bahwa penghapusan 3 pasal ini membuat pengusaha tambang menjadi lebih mudah untuk mengekspor. Hal ini ditujukan sesuai dengan tujuan permen 20 ini dibuat, yakni untuk kembali menyehatkan perekonomian Indonesia.


            Menurut kami, dengan keluarnya permen 20 ini terkesan bahwa pemerintah plin-plan dan tidak konsisten dalam membuat peraturan. Ini akan berdampak ke beberapa kalangan, kalangan masyarakat akan menganggap pemerintah tidak kompeten dalam membuat regulasi. Sementara itu, kalangan pengusaha akan merasa bahwa pemerintah bersifat toleran dan posisi pengusaha seakan-akan di atas posisi pemerintah jadi kedepannya ada kemungkinan pengusaha akan bertindak semena-mena. Kemudian, ada kemungkinan pihak pengusaha tidak mematuhi peraturan larangan ekspor per-tanggal 12 Januari 2014 dan mendorong pemerintah untuk mengundur tanggal larangan ekspor tersebut.

            Kami berusaha melihat akar dari permasalahan ini, jika dipikirkan sebenarnya jika pengusaha-pengusaha taat untuk membuat pabrik pengolahan dan/atau melakukan kerjasama untuk mengolah mineral ini maka hal seperti ini tidak terjadi dan permen 20 tidak perlu dikeluarkan. Jadi solusi yang kami pikirkan untuk mengusahakan agar pembuatan pabrik pengolahan dan/atau kerjasama untuk mengolah mineral ini terwujud. Salah satu caranya adalah jika pemerintah membuat regulasi untuk mendukung terwujudnya pengolahan mineral ini (contoh : peminjaman modal atau membuat peraturan agar industri di Indonesia membeli logam dari pabrik pengolahan di Indonesia). Cara lainnya dengan memikat investor asing agar mau menanamkan modalnya di bidang pengolahan mineral. Masyarakat sipil juga dapat berkontribusi dengan menyampaikan aspirasi-aspirasinya kepada pengusaha tambang, agar mereka mau mengolah mineralnya di dalam negeri. Pihak mahasiswa atau masyarakat terpelajar lainnya juga dapat berkontribusi dengan aktif memberikan hasil studi dan kajian kepada pemerintah dan pengusaha untuk mendorong terjadinya pengolahan mineral di dalam negeri yang semata-mata tujuannya hanya untuk negera kita tercinta.



0 komentar: