Pembahasan Peraturan Menteri ESDM No. 20 Tahun 2013
Sebelum kita
membahas isi Peraturan Menteri ESDM no. 20 tahun 2013 yang biasa disebut Permen 20 ini, marilah kita
membahas latar belakang mengapa Permen 20 ini bisa sampai keluar. Seperti yang
kita sama-sama tahu bahwa Indonesia punya kekayaan tambang yang sangat banyak,
ekspor timah dan tembaga Indonesia termasuk 10 besar di dunia. Tetapi realita
yang terjadi bahan tambang yang kita miliki di ekspor dalam bentuk bijih
mentah, lalu kembali dalam bentuk logam dengan harga yang meningkat
berkali-kali lipat. Oleh karena itu, pemerintah membuat undang-undang yang
mengharuskan perusahaan tambang untuk mengolah bijih mentah di dalam negeri
sampai kadar yang di tentukan. Itu semua diatur di Undang-Undang no. 4 tahun
2009. Beberapa tahun berlalu setelah UU no.4 tersebut dikeluarkan, namun ternyata perusahaan-perusahaan tambang tidak
membuat pabrik pengolahan tetapi malah mengeksploitasi mineral secara
besar-besaran. Ekspor beberapa bijih meningkat sampai 700%!
Kemudian
pemerintah mengeluarkan Permen 7 Tahun 2012 untuk melarang ekspor mineral.
Dengan keluarnya permen ini ekspor Indonesia menurun drastis, banyak protes
dari pengusaha-pengusaha dibidang tambang. Tidak lama kemudian keluar permen 11
tahun 2012 yang isinya adalah revisi permen sebelumnya. Dengan keluarnya permen
11, ekspor bisa dilaksanakan tetapi dengan 4 syarat yaitu : status IUP Operasi
Produksi dan IPR Clear and Clean, melunasi kewajiban pembayaran keuangan kepada
negara, menyampaikan rencana kerja atau kerjasama untuk pengolahan mineral di
dalam negri, dan menandatangani pakta integritas.
Kenyataannya,
setelah keluarnya permen 11 ekspor masih turun drastis lalu berakibat neraca
perdagangan minus dan ekonomi terguncang. Rupiah anjlok dari 9.000 sampai
11.000 per dollar amerikanya. Lalu pemerintah membuat revisi permen kedua yaitu
permen 20 tahun 2013. Permen 20 ini berisi tentang pencabutan larangan ekspor
dengan harapan devisa negara kembali naik dan perekonomian Indonesia kembali
membaik.
Permen
20 mengubah pasal 8 sehingga rencana kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian
dapat dilakukan dengan persetujuan mentri, gubernur, dan walikota/bupati.
Sedangkan sebelumnya, rencana kerja sama hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan Direktur Jendral atas nama mentri. Lalu pada permen 20, pasal 9,
pasal 10, dan pasal 21 dihapus. Pasal 9 menyatakan bahwa pemegang IUP Produksi
dapat bermitra dengan badan usaha lain hanya jika dapat persetujuan dari
Direktur Jenderal atas nama menteri. Pasal 10 menyatakan bahwa jika ada
pemegang IUP eksplorasi yang berdasarkan studi kelayakan tidak ekonomis untuk
melakukan pengolahan atau tidak dapat melakukan kerja sama harus bekonsultasi
dengan Direktur Jendral dan berdasarkan hasil konsultasi Direktur Jenderal
dapat menunjuk pemegang IUP Operasi Produksi lainnya.
Sedangkan pasal
21 menyatakan bahwa pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan
sebelum berlakunya permen 7 tahun 2012 dilarang untuk menjual bijih mentah ke luar
negeri dalam waktu paling lambat 3 bulan sejak berlakunya permen 7. Dapat
disimpulkan bahwa penghapusan 3 pasal ini membuat pengusaha tambang menjadi
lebih mudah untuk mengekspor. Hal ini ditujukan sesuai dengan tujuan permen 20
ini dibuat, yakni untuk kembali menyehatkan perekonomian Indonesia.
Menurut
kami, dengan keluarnya permen 20 ini terkesan bahwa pemerintah plin-plan dan
tidak konsisten dalam membuat peraturan. Ini akan berdampak ke beberapa
kalangan, kalangan masyarakat akan menganggap pemerintah tidak kompeten dalam
membuat regulasi. Sementara itu, kalangan pengusaha akan merasa bahwa
pemerintah bersifat toleran dan posisi pengusaha seakan-akan di atas posisi
pemerintah jadi kedepannya ada kemungkinan pengusaha akan bertindak
semena-mena. Kemudian, ada kemungkinan pihak pengusaha tidak mematuhi peraturan
larangan ekspor per-tanggal 12 Januari 2014 dan mendorong pemerintah untuk
mengundur tanggal larangan ekspor tersebut.
Kami
berusaha melihat akar dari permasalahan ini, jika dipikirkan sebenarnya jika
pengusaha-pengusaha taat untuk membuat pabrik pengolahan dan/atau melakukan
kerjasama untuk mengolah mineral ini maka hal seperti ini tidak terjadi dan
permen 20 tidak perlu dikeluarkan. Jadi solusi yang kami pikirkan untuk
mengusahakan agar pembuatan pabrik pengolahan dan/atau kerjasama untuk mengolah
mineral ini terwujud. Salah satu caranya adalah jika pemerintah membuat
regulasi untuk mendukung terwujudnya pengolahan mineral ini (contoh :
peminjaman modal atau membuat peraturan agar industri di Indonesia membeli
logam dari pabrik pengolahan di Indonesia). Cara lainnya dengan memikat
investor asing agar mau menanamkan modalnya di bidang pengolahan mineral.
Masyarakat sipil juga dapat berkontribusi dengan menyampaikan
aspirasi-aspirasinya kepada pengusaha tambang, agar mereka mau mengolah
mineralnya di dalam negeri. Pihak mahasiswa atau masyarakat terpelajar lainnya
juga dapat berkontribusi dengan aktif memberikan hasil studi dan kajian kepada
pemerintah dan pengusaha untuk mendorong terjadinya pengolahan mineral di dalam
negeri yang semata-mata tujuannya hanya untuk negera kita tercinta.
0 komentar: